LAPORAN
PENDAHULUAN
ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GAGAL GINJAL KRONIK
Yuflihul Khair,
S.Kep.,Ns
PENGERTIAN
Kegagalan ginjal kronik merupakan kegagalan
fungsi ginjal yang berlangsung perlahan-lahan, karena penyebab yang berlangsung
lama, sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan biasa lagi dan menimbulkan gejala
sakit. Pada umumnya CRF tidak reversibel lagi,
dimana ginjal kehilangan kemampuan untuk mempertahankan volume dan komposisi
cairan tubuh dalam keadaan diet makanan dan minuman untuk orang normal.
ETIOLOGI
Penyebab dari gagal ginjal kronik antara
lain: (1) Infeksi. (2) Penyakit peradangan. (3) Penyakit vaskuler hipersensitif.(4)
Gangguan jaringan penyambung. (5) Gangguan kongenital dan herediter. (6) Gangguan
metabolism. (7) Nefropatik toksik. (8) Nefropati obstruksi
Faktor-faktor predisposisi timbulnya infeksi
traktus urinarius: (1) Obstruksi aliran urine. (2) Seks/usia. (3) Kehamilan.
(4) Refleks vesikoureteral. (5) Instrumentasi (kateter yang dibiarkan di dalam).
(6) Penyakit ginjal. (7) Gangguan metabolisme.
TANDA DAN GEJALA
Karena pada gagal ginjal kronis setiap
system tubuh dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan perlihatkan
sejumlah tanda dan gejal. Keparahan tanda dana gejala bergantung pada bagian
dan tibgkat kerusakan ginjal, ko ndisi lain yang mendasari dan usia pasien.
Tanda dan gejala pada kardiovaskulerr, pada
gagal ginjal kronis mencangkup hipertensi (akibat resistensi cairan dan natrium
dan aktivitas system
rennin-angiotensin-aldosteron), gagal jantung kongestif, dan perikarditis
(akibat iritasi padda lapisan pericardial oleh toksin uremik).
Gejala dermatologi yang sering terjadi
mencangkup rasa gatal yng parah (pruritis). Butiran uremik, suatu penumpukan
Kristal urea di kulit, saat ini jarang terjadi akbat penanganan yang dini dan
agresif pada penyakit ginjal tahap akhir. Gejala gastrointestinal juga sering
terjadi dan mencakup anoreksia, mual , muntah, dan cegukan. Perubahan neuro muskuler
mencakup perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi, kedutan otot,
dan kejang.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium :
Penilaian CRF dengan ganguan yang serius
dapat dilakukan dengan pemerikasaan laboratorium, seperti: Kadar serum
sodium/natrium dan potassium/kalium, pH, kadar serum phospor, kadar Hb,
hematokrit, kadar urea nitrogen dalam darah (BUN), serum dan konsentrasi
kreatinin urin, urinalisis.
Pada
stadium yang cepat pada insufisiesi ginjal, analisa urine dapat menunjang dan
sebagai indikator untuk melihat kelainan fungsi ginjal. Batas kreatinin urin
rata-rata dari urine tampung selama 24 jam. Analisa urine rutin dapat dilakukan
pada stadium gagal ginjal yang mana dijumpai prouksi urin yang tidak normal.
Dengan urin analisa juga dapat menunjukkan kadar protein, glukosa,
Rbcs/eritrosi, dan Wbcs/leukosit serta penurunan osmolaritas urin. Pada gagal
ginjal yang progresif dapat terjadi output urin yang kurang dan frekuensi urin
menurun.
Monitor
kadar BUN dan kadar creatinin sangat penting bagi pasien dengan gagal ginjal.
Urea nitrogen adalah produk akhir dari metabolisme protein serta urea yang
harus dikeluarkan oleh ginjal. Normal kadar BUN dan kreatinin sekitar 20. Bila
ada peningkatan BUN selalu diindikasikan adanya dehidrasi dan kelebihan intake
protein.
Pemeriksaan Radiologi :
Berberapa
pemeriksaan radiologi yang biasa digunanakan utntuk mengetahui gangguan fungsi
ginjal antara lain: (1) Flat-Plat radiografy/ Radiographic keadaan ginjal,
uereter dan vesika urinaria untuk mengidentifikasi bentuk, ukuran, posisi, dan
kalsifikasi dari ginjal. Pada gambaran ini akan terlihat bahwa ginjal mengecil
yang mungkin disebabkan karena adanya proses infeksi. (2) Computer Tomograohy
(CT) Scan yang digunakan untuk melihat
secara jelas sturktur anatomi ginjal yang penggunaanya dengan memakai kontras
atau tanpa kontras. (3) Intervenous Pyelography (IVP) digunakan untuk
mengevaluasi keadaan fungsi ginjal dengan memakai kontras. IVP biasa digunakan
pada kasus gangguan ginjal yang disebabkan oleh trauma, pembedahan, anomali
kongental, kelainan prostat, calculi ginjal, abses / batu ginjal, serta
obstruksi saluran kencing. (4) Aortorenal Angiography digunakan untum
mengetahui sistem aretri, vena, dan kepiler pada ginjal dengan menggunakan kontras
. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan pada kasus renal arteri stenosis,
aneurisma ginjal, arterovenous fistula, serta beberapa gangguan bentuk
vaskuler. (5) Magnetic Resonance Imaging (MRI) digunakan untuk mengevaluasi
kasus yang disebabkan oleh obstruksi uropathi, ARF, proses infeksi pada ginjal
serta post transplantasi ginjal. (6) Biopsi Ginjal untuk mengdiagnosa kelainann
ginjal dengan mengambil jaringan ginjal lalu dianalisa. Biasanya biopsi
dilakukan pada kasus golomerulonepritis, neprotik sindom, penyakit ginjal
bawaan, ARF, dan perencanaan transplantasi ginjal.
PENATALAKSANAAN MEDIS
Pada umunya keadaan sudah sedemikian rupa
sehingga etiologi tidak dapat diobati lagi. Usaha harus ditujukan untuk
mengurangi gejala, mencegah kerusakan/pemburukan faal ginjal yang terdiri :
(1) Pengaturan minum : Pengaturan minum
dasarnya adalah memberikan cairan sedemikian rupa sehingga dicapai diurisis
maksimal. Bila cairan tidak dapat diberikan per oral maka diberikan
perparenteral. Pemberian yang berlebihan
dapat menimbulkan penumpukan di dalam rongga badan dan dapat membahayakan
seperti hipervolemia yang sangat sulit diatasi.
(2) Pengendalian hipertensi : Tekanan darah
sedapat mungkin harus dikendalikan. Pendapat bahwa penurunan tekanan darah
selalu memperburuk faal ginjal, tidak benar. Dengan obat tertentu tekanan darah
dapat diturunkan tanpa mengurangi faal ginjal, misalnya dengan beta bloker,
alpa metildopa, vasodilator. Mengurangi intake garam dalam rangka ini harus
hati-hati karena tidak semua renal failure disertai retensi Natrium.
(3) Pengendalian K dalam darah : Mengendalikan K
darah sangat penting, karena peninggian K dapat menimbulkan kematian mendadak.
Yang pertama harus diingat ialah jangan menimbulkan hiperkalemia karena
tindakan kita sendiri seperti obat-obatan, diet buah,dan lain-lain. Selain
dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga dapat didiagnosa dengan EEG, dan
EKG. Bila terjadi hiperkalemia maka
pengobatannya dengan mengurangi intake K, pemberian Na Bikarbonat, dan
pemberian infus glukosa. (4) Penanggulangan Anemia : Anemia merupakan masalah
yang sulit ditanggulangi pada CRF. Usaha pertama harus ditujukan mengatasi
faktor defisiensi, kemudian mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat
diatasi. Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb.
Transfusi darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat, misalnya ada
insufisiensi koroner.
(4) Penanggulangan asidosis : Pada umumnya
asidosis baru bergejala pada taraf lebih lanjut. Sebelum memberi pengobatan yang
khusus faktor lain harus diatasi dulu, khususnya dehidrasi. Pemberian asam
melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari. Natrium bikarbonat dapat
diberikan per oral atau parenteral. Pada permulaan 100 mEq natrium bikarbonat
diberi intravena perlahan-lahan. kalau perlu diulang. Hemodialisis dan dialisis
peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.
(5) Pengobatan dan pencegahan infeksi : Ginjal yang sakit
lebih mudah mengalami infeksi dari pada biasanya. Pasien CRF dapat ditumpangi
pyelonefritis di atas penyakit dasarnya. Adanya pyelonepritis ini tentu
memperburuk lagi faal ginjal. Obat-obat anti mikroba diberi bila ada
bakteriuria dengan perhatian khusus karena banyak diantara obat-obat yang
toksik terhadap ginjal atau keluar melalui ginjal. Tindakan yang mempengaruhi
saluran kencing seperti kateterisasi sedapat mungkin harus dihindarkan. Infeksi
ditempat lain secara tidak langsung dapat pula menimbulkan permasalahan yang
sama dan pengurangan faal ginjal.
(6) Pengurangan protein dalam makanan: Protein
dalam makanan harus diatur. Pada dasarnya jumlah protein dalam makanan
dikurangi, tetapi tindakan ini jauh lebih menolong juga bila protein tersebut
dipilih. Diet dengan rendah protein yang
mengandung asam amino esensial, sangat menolong bahkan dapat dipergunakan pada
pasien CRF terminal untuk mengurangi jumlah dialisis.
(7) Pengobatan neuropati : Neuropati
timbul pada keadaan yang lebih lanjut. Biasanya neuropati ini sukar diatasi dan meurpakan salah satu
indikasi untuk dialisis. Pada pasien yang sudah dialisispun neuropati masih
dapat timbul.
(8) Dialisis : Dasar dialisis adalah adanya
darah yang mengalir dibatasi selaput semi permiabel dengan suatu cairan (cairan
dialisis) yang dibuat sedemikiam rupa sehingga komposisi elektrolitnya sama dengan
darah normal. Dengan demikian diharapkan bahwa zat-zat yang tidak diinginkan
dari dalam darah akan berpindah ke cairan dialisis dan kalau perlu air juga
dapat ditarik kecairan dialisis. Tindakan dialisis ada dua macam yaitu
hemodialisis dan peritoneal dialisis yang merupakan tindakan pengganti fungsi faal ginjal
sementara yaitu faal pengeluaran/sekresi, sedangkan fungsi endokrinnya tidak
ditanggulangi.
(9) Transplantasi : Dengan
pencangkokkan ginjal yang sehat ke pembuluh darah pasien CRF maka seluruh faal
ginjal diganti oleh ginjal yang baru. Ginjal yang sesuai harus memenuhi
beberapa persaratan, dan persyaratan yang utama adalah bahwa ginjal tersebut
diambil dari orang/mayat yang ditinjau dari segi imunologik sama dengan pasien.
Pemilihan dari segi imunologik ini terutama dengan pemeriksaan HLA
DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul
adalah sebagai berikut
: (1) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit sehubungan dengan
retensi cairan, natrium, dan kalium. (2) Gangguan rasa nyaman sehubungan dengan
insisi pada pemasangan peritoneal dialisis, pruritus, ketegangan perut karena
adanya distensi perut/asites/mual. (3) Ketidaknyamanan waktu tidur sehubungan
dengan distensi perut pruritus dan nyeri muskuloskeletal/bedrest. (4) Ketidakmampuan
aktifitas sehubungan dengan kelemahan dan penurunan kesadaran. (5) Kurang mampu
merawat diri sehubungan dengan menurunnya kesadaran (uremia). (6) Kurangnya
pengetahuan sehubungan dengan kekurangan informasi tentang penyakitnya,
prosedur perawatan. (7) Aktual/potensial gangguan integritas kulit sehubungan
dengan bedrest, luka insisi, dan infus. (8) Potensial terjadinya kecelakaan
sehubungan dengan kegagalan homeptasis cairan, elektrolit tubuh (penurunan
kesadaran). (9) Gangguan nutrisi sehubungan dengan intake yang dibatasi.
PENATALAKSANAAN
KEPERAWATAN/ INTERVENSI KEPERAWATAN : (1) Batasi
pemberian cairan, garam, kalium peroral (makan dan minum). (2) Atur posisi yang
nyaman bagi pasien, berikan bedak.. (3) Latihan ROM setiap hari. (4) Bantu
kebutuhan kebersihan perawatan diri sampai mampu mandiri. (5) Beri informasi
yang sesuai tentang prosedur perawatan dari tindakan yang diberikan selama dan
sesudah sembuh. (6) Rawat kebersihan kulit dan lakukan prosedur perawatan luka,
infus, kateterisasi secara steril.. (7) Jauhkan dari alat-alat yang
membahayakan/bedrest. (8) Menjelaskan
tentang pembatasan makan yang diberikan.
DAFTAR PUSTAKA
Burner
& Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta.
Doengos,E.M.
Pedoman Untuk Perencanaan Dan Dokummentasi Perawtan Klien. Edisi 2. EGC:
Jakarta.
Mansjoer,
A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius: Jakarta.
KLIK DOWNLOAD DIBAWAH INI UNTUK MENDAPATKAN
FILE LENGKAP DALAM BENTUK PDF
0 Comments for "LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GAGAL GINJAL KRONIK"