LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
PERITONITIS
DEFINISI
Peritonitis adalah peradangan
yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada selaput rongga perut (peritoneum)
lapisan membran serosa rongga abdomen dan dinding perut sebelah dalam. Peradangan ini merupakan
komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari
organ-organ abdomen misalnya, apendisitis, salpingitis), rupture saluran cerna
atau dari luka tembus abdomen(Brunner & Suddarth, 2002)
ETIOLOGI
Infeksi
bakteri : (1) Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal.
(2) Appendisitis yang meradang dan perforasi. (3) Tukak peptik
(lambung/dudenum). (4) Tukak thypoid. (5) Tukan disentri amuba/colitis. (6) Tukak
pada tumor. (7) Salpingitis. (8) Divertikulitis
KLASIFIKASI
Berdasarkan
patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (1) Peritonitis
bakterial primer : Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara
hematogen pada cavum peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam
abdomen. Penyebabnya bersifat monomikrobial, biasanya E. Coli, Sreptococus atau
Pneumococus. Peritonitis bakterial primer dibagi menjadi dua, yaitu: (a) Spesifik:
misalnya Tuberculosis, (b) Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis
dan Tonsilitis. (2) Peritonitis bakterial akut sekunder (supurativa). Peritonitis
yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi gastrointestinal atau
tractus urinarius. Pada umumnya organisme tunggal tidak akan menyebabkan
peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multipel organisme dapat memperberat
terjadinya infeksi ini. Bakteri anaerob, khususnya spesies Bacteroides, dapat
memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi.
Selain
itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat suatu
peritonitis. Kuman dapat berasal dari : (1) Luka/trauma penetrasi, yang membawa
kuman dari luar masuk ke dalam cavum peritoneal. (2) Perforasi organ-organ
dalam perut, contohnya peritonitis yang disebabkan oleh bahan kimia, perforasi
usus sehingga feces keluar dari usus. (3) Komplikasi dari proses inflamasi
organ-organ intra abdominal, misalnya appendisitis. (4) Peritonitis tersier
Peritonitis
tersier, misalnya: (1) Peritonitis yang disebabkan oleh jamur. (2) Peritonitis
yang sumber kumannya tidak dapat ditemukan.
Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, sepertii misalnya empedu, getah lambung, getah pankreas, dan urine.
Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, sepertii misalnya empedu, getah lambung, getah pankreas, dan urine.
PATOFISIOLOGI
Reaksi awal
peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa.
Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang
menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi.
Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap
sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus.
Peradangan
menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami kebocoran.
Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat
menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya
interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa ke
perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba
untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal,
produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah
jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia.
Organ-organ didalam
cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami oedem. Oedem disebabkan
oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut meninggi.
Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem
seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan
retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan adanya
kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah.
Terjebaknya cairan
di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekana intra
abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan
perfusi. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum
atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan
peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus
paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit
hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi
dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang
meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan
obstruksi usus. Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat
menimbulkan ileus karena adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi
peningkatan peristaltik usus sebagai usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini
dapat berupa ileus sederhana yaitu obstruksi usus yang tidak disertai
terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada ileus
stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi
iskemi yang akan berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi
perforasi usus dan karena penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat
terjadi peritonitis.
MANIFESTASI
KLINIS
Adanya darah atau
cairan dalam rongga peritonium akan memberikan tanda-tanda rangsangan
peritonium. Rangsangan peritonium menimbulkan nyeri tekan dan defans muskular,
pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di bawah diafragma. Peristaltik
usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan sementara usus.
Bila telah terjadi
peritonitis bakterial, suhu badan penderita akan naik dan terjadi takikardia,
hipotensi dan penderita tampak letargik dan syok. Rangsangan ini menimbulkan
nyeri pada setiap gerakan yang menyebabkan pergeseran peritonium dengan
peritonium. Nyeri subjektif berupa nyeri waktu penderita bergerak seperti jalan,
bernafas, batuk, atau mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri jika digerakkan
seperti palpasi, nyeri tekan lepas, tes psoas, atau tes lainnya.
Diagnosis
peritonitis ditegakkan secara klinis dengan adanya nyeri abdomen (akut abdomen)
dengan nyeri yang tumpul dan tidak terlalu jelas lokasinya (peritoneum
visceral) yang makin lama makin jelas lokasinya (peritoneum parietal).
Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi
atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, takikardi, dehidrasi hingga
menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum
ditempat tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan terasa tegang
karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk menghindari
palpasinya yang menyakinkan atau tegang karena iritasi peritoneum. Pada wanita
dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri akibat pelvic
inflammatoru disease. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif
palsu pada penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes berat,
penggunaan steroid, pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan penurunan
kesadaran (misalnya trauma cranial,ensefalopati toksik, syok sepsis, atau
penggunaan analgesic), penderita dengan paraplegia dan penderita geriatric.
PEMERIKSAAN
DIAGNOSTIK
Test
laboratorium : (1) Leukositosis : Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal
mengandung banyak protein (lebih dari 3 gram/100 ml) dan banyak limfosit, basil
tuberkel diidentifikasi dengan kultur. Biopsi peritoneum per kutan atau secara
laparoskopi memperlihatkan granuloma tuberkuloma yang khas, dan merupakan dasar
diagnosa sebelum hasil pembiakan didapat. (2) Hematokrit meningkat
(3) Asidosis metabolic (dari hasil pemeriksaan laboratorium pada pasien
peritonitis didapatkan PH =7.31, PCO2= 40, BE= -4 ). (5) X. Ray
Gambaran
Radiologis : Pemeriksaan
radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan dalam
memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada peritonitis dilakukan foto polos
abdomen 3 posisi, yaitu : (1) Tiduran terlentang (supine), sinar dari
arah vertikal dengan proyeksi anteroposterior. (2) Duduk atau setengah
duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar dari arah horizontal
proyeksi anteroposterior. (3) Tiduran miring ke kiri (left lateral
decubitus = LLD), dengan sinar horizontal proyeksi anteroposterior.
PENATALAKSANAAN
Management
peritonitis tergantung dari diagnosis penyebabnya. Hampir semua penyebab
peritonitis memerlukan tindakan pembedahan (laparotomi eksplorasi). Pertimbangan
dilakukan pembedahan a.l: (1) Pada pemeriksaan fisik didapatkan defans muskuler
yang meluas, nyeri tekan terutama jika meluas, distensi perut, massa yang
nyeri, tanda perdarahan (syok, anemia progresif), tanda sepsis (panas tinggi,
leukositosis), dan tanda iskemia (intoksikasi, memburuknya pasien saat
ditangani). (2) Pada pemeriksaan radiology didapatkan pneumo peritoneum,
distensi usus, extravasasi bahan kontras, tumor, dan oklusi vena atau arteri
mesenterika. (3) Pemeriksaan endoskopi didapatkan perforasi saluran cerna dan
perdarahan saluran cerna yang tidak teratasi.
Pemeriksaan laboratorium. Pembedahan dilakukan
bertujuan untuk : (1) Mengeliminasi sumber infeksi. (2) Mengurangi
kontaminasi bakteri pada cavum peritoneal (3) Pencegahan infeksi intra abdomen
berkelanjutan.
KOMPLIKASI
Komplikasi
dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana komplikasi
tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu: Komplikasi
dini : (1) Septikemia dan syok septic. (2) Syok hipovolemik. (3) Sepsis
intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan multisystem.
(4) Abses residual intraperitoneal. (50 Portal Pyemia (misal abses
hepar). Komplikasi lanjut : (1) Adhesi. (2) Obstruksi intestinal rekuren.
ASUHAN
KEPERAWATAN
Pengkajian :
Identitas
: (1) Nama pasien. (2) Umur. (3) Jenis kelamin. (4) Suku /Bangsa (5) Pendidikan.
(6) Pekerjaan. (7) Alamat.
Keluhan
utama:
(1) Keluhan utama yang sering muncul adalah nyeri kesakitan di bagian perut
sebelah kanan dan menjalar ke pinggang. (2) Riwayat Penyakit Sekarang. Peritinotis
dapat terjadi pada seseorang dengan peradangan iskemia, peritoneal diawali
terkontaminasi material, sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus
eritematosus, dan sirosis hepatis dengan asites. (3) Riwayat Penyakit Dahulu. Seseorang
dengan peritonotis pernah ruptur saluran cerna, komplikasi post operasi,
operasi yang tidak steril dan akibat pembedahan, trauma pada kecelakaan seperti
ruptur limpa dan ruptur hati.
Riwayat Penyakit
Keluarga : Secara patologi peritonitis tidak diturunkan, namun jika peritonitis
ini disebabkan oleh bakterial primer, seperti: Tubercolosis. Maka kemungkinan
diturunkan ada.
Pemeriksaan Fisik :
Sistem pernafasan
(B1) : Pola nafas irregular (RR> 20x/menit), dispnea, retraksi otot bantu
pernafasan serta menggunakan otot bantu pernafasan.
Sistem
kardiovaskuler (B2) : Klien mengalami takikardi karena mediator inflamasi dan
hipovelemia vaskular karena anoreksia dan vomit. Didapatkan irama jantung
irregular akibat pasien syok (neurogenik, hipovolemik atau septik), akral
: dingin, basah, dan pucat
Sistem
Persarafan (B3) : Klien dengan peritonitis tidak mengalami gangguan pada otak
namun hanya mengalami penurunan kesadaran.
Sistem
Perkemihan (B4) : Terjadi penurunan produksi urin.
Sistem
Pencernaan (B5) : Klien akan mengalami anoreksia dan nausea. Vomit dapat muncul
akibat proses ptologis organ visceral (seperti obstruksi) atau secara sekunder
akibat iritasi peritoneal. Selain itu terjadi distensi abdomen, bising usus
menurun, dan gerakan peristaltic usus turun (<12x/menit).
Sistem
Muskuloskeletal dan Integumen (B6) : Penderita peritonitis mengalami letih,
sulit berjalan, nyeri perut dengan aktivitas. Kemampuan pergerakan sendi
terbatas, kekuatan otot mengalami kelelahan, dan turgor kulit menurun
akibat kekurangan volume cairan.
Pemeriksaan
Laboratorium : (1) Complete Blood Count (CBC), umumnya pasien dengan
infeksi intra abdomen menunjukan adanya luokositosis (>11.000 sel/ µL)
dengan adanya pergerakan ke bentuk immatur pada differential cell count.
Namun pada pasien dengan immunocompromised dan pasien dengan
beberapa tipe infeksi (seperti fungal dan CMV) keadaan leukositosis dapat tidak
ditemukan atau malah leucopenia . (2) PT, PTT dan INR. (3) Test
fungsi hati jika diindikasikan. (3) Amilase dan lipase jika adanya
dugaan pancreatitis. (4) Urinalisis untuk mengetahui adanya penyakit
pada saluran kemih (seperti pyelonephritis, renal stone disease). (5)
Cairan peritoneal, cairan peritonitis akibat bakterial dapat ditunjukan dari pH
dan glukosa yang rendah serta peningkatan protein dan nilai LDH
Pemeriksaan
Radiologi : (1) Foto
polos. (2) USG. (3) CT Scan (eg, gallium Ga 67 scan, indium In
111–labeled autologous leucocyte scan, technetium Tc 99m-iminoacetic acid
derivative scan). (4) Scintigraphy. (6) MRI
Diagnosa : (1) Nyeri
berhubungan dengan proses inflamasi, demam dan kerusakan jaringan. (2) Risiko
tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan. (3) Perubahan nutrisi kurang
dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia dan muntah.
Intervensi
Nyeri
berhubungan dengan proses inflamasi, demam dan kerusakan jaringan.
Tujuan
:
Nyeri klien berkurang
Kriteria
hasil : (1) Laporan nyeri hilang/terkontrol. (2) Menunjukkan
penggunaan ketrampilan relaksasi. (3) Metode lain untuk meningkatklan
kenyamanan
Intervensi
Keperawatan
Tindakan/Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri:
Selidiki laporan
nyeri, catat lokasi, lama, intensitas (skala 0-10) dan karakteristiknya
(dangkal, tajam, konstan)
Pertahankan posisi
semi Fowler sesuai indikasi
Berikan tindakan
kenyamanan, contoh pijatan punggung, napas dalam, latihan relaksasi atau
visualisasi.
Berikan perawatan
mulut dengan sering. Hilangkan rangsangan lingkunagan yang tidak menyenangkan
|
Perubahan pada
lokasi/intensitas tidak umum tetapi dapat menunjukkan terjadinya komplikasi.
Nyeri cenderung menjadi konstan, lebih hebat, dan menyebar ke atas, nyeri
dapat lokal bila terjadi abses.
Memudahkan
drainase cairan/luka karena gravutasi dan membantu meminimalkan nyeri karena
gerakan.
Meningkatkan
relaksasi dan mungkin meningkatkan kemampuan koping pasien denagn memfokuskan
kembali perhatian.
Menurunkan
mual/muntah yang dapat meningkatkan tekanan atau nyeri intrabdomen.
|
Kolaborasi:
Berikan obat
sesuai indikasi:
1.
Analgesik, narkotik
2.
Antiemetik, contoh hidroksin (Vistaril)
3.
Antipiretik, contoh asetaminofen (Tylenol)
|
Menurunkan laju
metabolik dan iritasi usus karena toksin sirkulasi/lokal, yang membantu
menghilangkan nyeri dan meningkatkan penyembuhan.
Catatan: Nyeri
biasanya berat dan memerlukan pengontrol nyeri narkotik, analgesik dihindari
dari proses diagnosis karena dapat menutupi gejala.
Menurunkan
mual/munta, yang dapt meningkatkan nyeri abdomen
Menurunkan
ketidaknyamanan sehubungan dengan demam atau menggigil.
|
Risiko
tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan.
Tujuan: Mengurangi infeksi
yang terjadi, meningkatkan kenyamanan pasien.
Kriteria
hasil: (1) Meningkatnya
penyembuhan pada waktunya, bebas drainase purulen atau eritema, tidak
demam. (2) Menyatakan pemahaman penyebab individu / faktor resiko.
Intervensi
Keperawatan:
Tindakan
Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri:
Catat faktor
risiko individu contoh trauma abdomen, apendisitis akut, dialisa peritoneal.
Kaji tanda vital
dengan sering, catat tidak membaiknya atau berlanjutnya hipotensi, penurunan
tekanan nadi, takikardia, demam, takipnea.
Catat perubahan
status mental (contoh bingung, pingsan).
Catat warna kulit,
suhu, kelembaban.
Awasi haluaran
urine.
|
Mempengaruhi
pilihan intervensi
Tanda adanya syok
septik, endotoksin sirkulasi menyebabkan vasodilatasi, kehilangan cairan dari
sirkulasi, dan rendahnya status curah jantung.
Hipoksemia,
hipotensi, dan asidosis dapat menyebabkan penyimpangan status mental.
Hangat, kemerahan,
kulit kering adalah tanda dini septikemia. Selanjutnya manifestasi termasuk
dingin, kulit pucat lembab dan sianosis sebagai tanda syok.
Oliguria terjadi
sebagai akibat penurunan perfusi ginjal, toksin dalam sirkulasi mempengaruhi
antibiotik. Mencegah meluas dan membatasi penyebaran organisme
infektif/kontaminasi silang.
|
Kolaborasi:
Ambil contoh/awasi
hasil pemeriksaan seri darah, urine, kultur luka.
Bantu dalam
aspirasi peritoneal, bila diindikasikan.
Berikan
antibiotik, contoh gentacimin (Garamycyin), amikasin (amikin), Klindamisin
(Cleocin). Lavase pritoneal/IV.
Siapkan untuk
intervensi bedah bila diindikasikan
|
Mengidentifikasikan
mikroorganisme dan membantu dalam mengkaji keefektifan prigram antimikrobial.
Dilakukan untuk
membuang cairan dan untuk mengidentifikasi organisme infeksi sehingga tetapi
antibiotik yang tepat dapat diberikan.
Terapi ditujukan
pada bakteri anaerob dan basil aerob gram negatif.Lavase dapat digunakan
untuk membuang jaringan nekrotik dan mengobati inflamasi yang
terlokalisasi/menyebar dengan buruk.
Pengobatan pilihan
(kuratif) pada peritonitis akut atau lokal, contoh untuk drainase abses lokal,
membuang eksudat peritoneal, membuang rupturapendiks/kandung empedu,
mengatasi perforasi ulkus, atau reseksi usus.
|
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia dan muntah.
Tujuan
:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan nafsu makan dapat timbul kembali dan status
nutrisi terpenuhi.
Kriteria
Hasil: (1) Status
nutrisi terpenuhi. (2) Nafsu makan klien timbul kembali (3) Berat
badan normal. (4) Jumlah Hb dan albumin normal
Intervensi
Keperawatan :
Tindakan Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri:
Awasi
haluan selang NG, dan catat adanya muntah atau diare.
Timbang
berat badan tiap hari.
Auskultasi
bising usus, catat bunyi tak ada atau hiperaktif.
Catat
kebutuhan kalori yang dibutuhkan.
Monitor
Hb dan albumin
Kaji
abdomen dengan sering untuk kembali ke bunyi yang lembut, penampilan bising
usus normal, dam kelancaran flatus.
|
Jumlah
besar dari aspirasi gaster dan muntah atau diare diduga terjadi
obstruksi usus, memerlukan evaluasi lanjut.
Kehilangan
atau peningkatan dini menunjukkan perubahan hidrasi tetapi kehilangan lanjut
diduga ada defisit nutrisi.
Meskipun
bising usus sering tak ada, inflamasi atau iritasi usus
dapat
menyertai hiperaktivitas usus, penurunan absorpsi air dan diare.
Adanya
kalori (sumber energi) akan mempercepat proses penyembuhan.
Indikasi
adekuatnya protein untuk sistem imun.
Menunjukan
kembalinya fungsi usus ke normal
|
Kolaborasi:
Kolaborasi
pemasangan NGT jika klien tidak dapat makan dan minum peroral.
Kolaborasi
dengan ahli gizi dalam diet.
Berikan
informasi tentang zat-zat makanan yang sangat penting bagi
keseimbangan metabolisme tubuh
|
Agar
nutrisi klien tetap terpenuhi.
Tubuh
yang sehat tidak mudah untuk terkena infeksi (peradangan).
Klien
dapat berusaha untuk memenuhi kebutuhan makan dengan makanan yang bergizi.
|
DAFTAR
PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan
Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3.EGC : Jakarta.
Carpenito,LyndaJuall (2000). Aplication of Practice Clinical . 6th Ed. Editor: Ester.
Monica, Skp. Alih Bahasa:
Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis. Edisi 6.Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC.Doenges, E., Marilyn. 2002.
Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.EGC :Jakarta.
KLIK DOWNLOAD DIBAWAH INI UNTUK MENDAPATKAN
FILE LENGKAP DALAM BENTUK PDF
0 Comments for "LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PERITONITIS"