LAPORAN
PENDAHULUAN
ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CEDERA KEPALA
Yuflihul Khair, S.Kep.,Ns
PENGERTIAN
Cidera
kepala (otak) yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan
garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi -
decelerasi ) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan
peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta notasi yaitu
pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada
tindakan pencegahan.Trauma kepala merupakan suatu
gangguan traumatic dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai
perdarahan dalam substansi otak tanpa diikuti oleh terputusnya kontinuitas jaringan otak.
ETIOLOGI :
Penyebab
cedera kepala antara lain: (1) Kecelakaan
kendaraan. (2) Penetrasi otak. (3)
Jatuh
NURSING PATHWAY Klik Disini
MANIFESTASI KLINIS
Gejala-gejala
yang ditimbulkan tergantung pada besar dan distribusi cedera otak: (1) Nyeri
menetap/setempat biasanya menunjukkan fraktur. (2) Fraktur pada kubah sentral
menyebabkan pembengkakan pada area tersebut. (3) Fraktur pada basal tulang
tengkorak, sering kali menyebabkan hemoralgi dari hidung, faring, telinga dan
darah mungkin akan terlihat pada konjungtiva. (4) Ekimosis mungkin trlihat
diatas mastoid (battle sign). (5) Drainase cairan cerebrospinal dari telinga
dan hidung menandakan fraktur basal tulang tengkorak. (6) Drainase CSF dapat
menyebabkan infeksi serius yaitu meningitis melalui robekan durameter. (7) Cairan
cerebrospinal yang mengandung darah menunjukkan laserasi otak kontusio.
KLASIFIKASI CEDERA KEPALA
Berdasarkan
mekanisme cedera : (1) Akselerasi, terjadi apabila benda
yang sedang bergerak membentur kepala yang sedang tak bergerak. (2) Deselerasi,
terjadi apabila kepala membentur benda yang diam
Berdasarkan
penyebab cedera : (1) Cedera kepala primer, yang terjadi akibat
injury (akselerasi maupun deselerasi) dengan manifestasi: vocal injury (fraktur
tengkorak, hetana intracranial, laserasi, kontusio, luka penetrasi). (2) Cedera
kepala sekunder, terjadi setelah trauma dan dapat berlangsung untuk waktu yang
lama, bisa disebabkan oleh hipoksia, hipovolemia, peningkatan TIK karena adanya
cedera cerebral, atau hematoma dan infeksi cerebral
Berdasarkan
kulit dan tulang tengkorak : (1) Cedera kepala terbuka, merupakan kerusakan yang terjadi apabila tulang
tengkorak menusuk otak misal karena benda beton ataupun tembakan. (2) Cedera
kepala tertutup, yang terbagi menjadi komosio cerebri (gegar otak) dan kontusio
cerebri (memar otak). (3) Perdarahan intracranial, terdiri dari epidural
hematoma, subdural hematoma dan intra cerebral hematoma
Berdasarkan
lokasi kerusakan internal : (1) Cedera coup, mengakibatkan kerusakan yang relative dengan daerah yang
terbentur. (2) Cedera contra coup, mengakibatkan kerusakan yang berlawanan pada
sisi desakan atau benturan
Berdasarkan
beratnya menurut The Traumatic Cure Date Bank : (1) Ringan, dengan
cirri-ciri GCS 13-15, dapat terjadi kehilangan kesadaran/amnesia (<30
menit), tidak ada fraktur tengkorak, tidak ada kontusio cerebral/hematoma. (2) Sedang,
dengan ciri-ciri GCS 9-12, kehilangan kesadaran/amnesia >30 menit namun
<24 jam, dapat mengalami fraktur tengkorak. (3) Berat, dengan ciri-ciri GCS
3-8, kehilangan kesadaran/amnesia >24 jam, meliputi kontusio cerebral,
laserasi/hematoma intracranial
Berdasarkan
morfologi : (1) Fraktur tengkorak, terbagi menjadi
kalvaria dan besiler. (2) Lesi intracranial, yag terbagi menjadi fokal dan difuse
Patofisiologi
Otak
dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi.
Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses
oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah
ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula
dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh
kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak
25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma
turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada
saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui
proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada
kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam
laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam
keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit/ 100 gr.
jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output. Trauma kepala
meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-myocardial,
perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi
ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium
dan vebtrikel, takikardia.
Akibat
adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan
tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi .
Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan
arteriol otak tidak begitu besar.
PENATALAKSANAAN
MEDIS PADA TRAUMA KEPALA :
Pedoman resusitasi dan penilaian awal : (1) Menilai jalan
napas. (2) Menilai pernapasan. (3) Menilai
sirkulasi. (4) Obati kejang. (5) Menilai tingkat keparahan (CKR, CKS, atau CKB)
Pedoman penatalaksanaan :
(1) Pada semua pasien dengan cedera otak dan atau leher, lakukan
foto tulang belakang (servikal). Paasang kular servikar dan di lepas jika sudah
dipastikan tidak terjadi fraktur servikal.
(2) Pada semua pasien dengan cedera otak sedang dan berat, lakukan
prosedur berikut : (a) Pasang jalur intravena dengan larutan NaCl 0.9% atau
larutan RL. (b) Berikan menitol 20% 1 gr/kgBB IV dalam 20-30 menit. Dosis
ulangan dapat diberikan 4-6 jam kemudian yaitu sebesar seperempat dosis semula
sariap 6 jam sampai maksimal 48 jam. (c) Pasang kateter fuley. (d) Konsul
daerah saraf bila terdapat indikasi operasi.
(3) Lakukan pemeriksaan CT-Scan, dan evaluasi adanya: (a) Hematoma
epidural. (b) Darah dalam subarachnoid dan intraventrikel. (c) Kontusio dan
perdarahan jaringan otak. (d) Edema serebri. (e) Obliterasi sisterna
perimesensefolik. (f) Pergeseran garis tengah. (g) Fraktur cranium, cairan
dalam sinus dan pneumosefalus.
(4) Pada pasien yang koma (skor GCS <8), lakukan tindakan
berikut: (a) Elevasi kepala 30ยบ. (b) Hiperventilasi : intubasi dan berikan
ventilasi. (c) Berikan menitol 20% 1 gr/kgBB dalam 20-30 menit. (d) Pasang
kateter fuley. (e) Konsul bedah saraf bila terdapat indikasi operasi
Penatalaksanaan khusus CKB : (1) Penilaian utama jalan
nafas dan ventilasi. Umumnya pasien spoor dan koma diintubasi untuk proteksi
jalan nafas. Jika tidak ada bukti TIK tinggi, parameter ventilasi diatur sampai
PO2 90-100mmHg. (2) Monitor tekanan darah jika pasien
memperlihatkan tanda ketidakseimbangan thermodinamika (hipotensi/hipertensi).
Penentuan paling baik dilakukan dengan kateter arteri. Karena autoregulasi
sering terganggu pada cedera kepala akut, maka tekanan arteri rata-rata harus
dipertahankan untuk menghindari hipotensi (<70mmHg) dan hipertensi
(>180mmHg). (3) Nutrisi: pemberian makanan melalui pipa
nasogastrik/nasoduodenal. (4) Penatalaksanaan cairan: cairan isotonic. (5) Temperature
tubuh: demam mengekserbasi cedera otak jadi harus ditangani. (6) CT-Scan
lanjutan: dilakukan 24 jam setelah cedera awal untuk menilai perdarahan yang
prograsif atau yang timbul belakangan.
Obat-obatan : (1) Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema
serebral, dosis sesuai dengan berat ringanya trauma. (2) Terapi hiperventilasi
(trauma kepala berat), untuk mengurnagi vasodilatasi. (3) Pengobatan anti edema
dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20 % atau glukosa 40 % atau gliserol 10
%. (4) Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau untuk
infeksi anaerob diberikan metronidasol. (5) Makanan atau cairan, Pada trauma
ringan bila muntah-muntah tidak dapat diberikan apa-apa, hanya cairan infus
dextrosa 5 %, amnifusin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan),
2 - 3 hari kemudian diberikan makanan lunak. (6) Pada trauma berat. Karena
hari-hari pertama didapat penderita mengalami penurunan kesadaran dan cenderung
terjadi retensi natrium dan elektrolit maka hari-hari pertama (2-3 hari) tidak
terlalu banyak cairan. Dextosa 5 % 8 jam pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua
dan dextrosa 5 % 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah
makanan diberikan melalui nasogastric tube (2500 - 3000 TKTP). Pemberian
protein tergantung nilai ure nitrogennya. (7) Pembedahan.
Pemeriksaan Penujang : (1)
CT-Scan (dengan atau
tanpa kontras) : mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan
ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui adanya
infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri. (2) MRI :
Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif. (3) Cerebral
Angiography: Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan jaringan
otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma. (4) Serial EEG: Dapat
melihat perkembangan gelombang yang patologis. (5) X-Ray: Mendeteksi perubahan
struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis(perdarahan/edema), fragmen
tulang. (6) BAER: Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil. (7) PET:
Mendeteksi perubahan aktivitas
metabolisme otak. (8) CSF, Lumbal Punksi :Dapat dilakukan jika diduga
terjadi perdarahan subarachnoid. (9) ABGs: Mendeteksi keberadaan ventilasi atau
masalah pernapasan (oksigenisasi) jika
terjadi peningkatan tekanan intracranial. (10) Kadar Elektrolit : Untuk
mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan
intrkranial. (11) Screen Toxicologi : Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga
menyebabkan penurunan kesadaran.
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN : Pengumpulan data klien baik subyektif
atau obyektif pada gangguan sistem persarafan sehubungan dengan cedera kepala
tergantung pada bentuk, lokasi, jenis injuri dan adanya komplikasi pada organ
vital lainnya. Data yang perlu didapati adalah sebagai berikut : (1) Identitas klien dan keluarga
(penanggung jawab): nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status
perkawinan, alamat, golongan darah, pengahasilan, hubungan klien dengan
penanggung jawab. (2) Riwayat kesehatan : Tingkat kesadaran/GCS (<
15), konvulsi, muntah, dispnea / takipnea, sakit kepala, wajah simetris /
tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi sekret pada saluran napas,
adanya liquor dari hidung dan telinga dan kejang. Riwayat penyakit dahulu
haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan sistem persarafan maupun
penyakit sistem sistemik lainnya. demikian pula riwayat penyakit keluarga
terutama yang mempunyai penyakit menular. Riwayat kesehatan tersebut dapat
dikaji dari klien atau keluarga sebagai data subyektif. Data-data ini sangat
berarti karena dapat mempengaruhi prognosa klien. (3) Pemeriksaan Fisik : Aspek
neurologis yang dikaji adalah tingkat kesadaran, biasanya GCS < 15,
disorientasi orang, tempat dan waktu. Adanya refleks babinski yang positif,
perubahan nilai tanda-tanda vital kaku kuduk, hemiparese. Nervus cranialis
dapat terganggu bila cedera kepala meluas sampai batang otak karena udema otak
atau perdarahan otak juga mengkaji nervus I, II, III, V, VII, IX, XII.
Prioritas Perawatan : (1) Maksimalkan perfusi / fungsi otak. (2) Mencegah
komplikasi. (3) Pengaturan fungsi secara optimal / mengembalikan ke
fungsi normal. (4) Mendukung proses pemulihan koping klien / keluarga. (5)
Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana pengobatan,
dan rehabilitasi.
Tujuan : (1) Fungsi otak membaik : defisit
neurologis berkurang/tetap. (2) Komplikasi
tidak terjadi. (3) Kebutuhan
sehari-hari dapat dipenuhi sendiri atau dibantu orang lain. (4) Keluarga
dapat menerima kenyataan dan berpartisipasi dalam perawatan. (5) Proses
penyakit, prognosis, program pengobatan dapat dimengerti oleh keluarga sebagai
sumber informasi.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
Diagnosa
Keperawatan yang biasanya muncul adalah : (1) Tidak efektifnya pola napas
sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak. (2) Tidakefektifnya
kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan sputum. (3) Gangguan
perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak. (4) Keterbatasan aktifitas
sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos - coma). (5) Resiko tinggi
gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak adekuatnya
sirkulasi perifer.
INTERVENSI
Tidak efektifnya pola napas
sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.
Tujuan
:
Mempertahankan pola napas yang
efektif melalui ventilator.
Kriteria
evaluasi :
Penggunaan otot bantu napas tidak
ada, sianosis tidak ada atau tanda-tanda hipoksia tidak ada dan gas darah dalam
batas-batas normal.
Rencana
tindakan : (1) Hitung
pernapasan pasien dalam satu menit.
pernapasan yang cepat dari pasien dapat menimbulkan alkalosis
respiratori dan pernapasan lambat meningkatkan tekanan Pa Co2 dan menyebabkan
asidosis respiratorik. (2) Cek
pemasangan tube, untuk memberikan ventilasi yang adekuat dalam pemberian tidal
volume. (3) Observasi ratio inspirasi
dan ekspirasi pada fase ekspirasi biasanya 2 x lebih panjang dari inspirasi,
tapi dapat lebih panjang sebagai kompensasi terperangkapnya udara terhadap
gangguan pertukaran gas. (4) Perhatikan
kelembaban dan suhu pasien keadaan dehidrasi dapat mengeringkan sekresi /
cairan paru sehingga menjadi kental dan meningkatkan resiko infeksi. (5) Cek selang ventilator setiap waktu
(15 menit), adanya obstruksi dapat menimbulkan tidak adekuatnya pengaliran
volume dan menimbulkan penyebaran udara yang tidak adekuat. (6) Siapkan ambu bag tetap berada di dekat pasien, membantu
membarikan ventilasi yang adekuat bila ada gangguan pada ventilator.
Tidak efektifnya
kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan sputum.
Tujuan
:
Mempertahankan jalan napas dan
mencegah aspirasi
Kriteria
Evaluasi :
Suara napas bersih, tidak terdapat
suara sekret pada selang dan bunyi alarm karena peninggian suara mesin,
sianosis tidak ada.
Rencana
tindakan : (1) Kaji
dengan ketat (tiap 15 menit) kelancaran jalan napas. Obstruksi dapat disebabkan
pengumpulan sputum, perdarahan, bronchospasme atau masalah terhadap tube. (2) Evaluasi
pergerakan dada dan auskultasi dada (tiap 1 jam ). Pergerakan yang simetris dan
suara napas yang bersih indikasi pemasangan tube yang tepat dan tidak adanya
penumpukan sputum. (3) Lakukan
pengisapan lendir dengan waktu kurang dari 15 detik bila sputum banyak.
Pengisapan lendir tidak selalu rutin dan waktu harus dibatasi untuk mencegah
hipoksia. (4) Lakukan fisioterapi dada setiap 2 jam. Meningkatkan ventilasi
untuk semua bagian paru dan memberikan kelancaran aliran serta pelepasan
sputum.
Gangguan perfusi
jaringan otak sehubungan dengan udem otak
Tujuan
: Mempertahankan dan
memperbaiki tingkat kesadaran fungsi motorik.
Kriteria
hasil : Tanda-tanda
vital stabil, tidak ada peningkatan intrakranial.
Rencana
tindakan :
(1)
Monitor dan catat
status neurologis dengan menggunakan metode GCS. R/ Refleks membuka mata menentukan pemulihan tingkat
kesadaran. Respon motorik menentukan kemampuan
berespon terhadap stimulus eksternal dan indikasi keadaan kesadaran yang baik. Reaksi
pupil digerakan oleh saraf kranial oculus motorius dan untuk menentukan refleks
batang otak. Pergerakan mata membantu menentukan area cedera dan tanda awal
peningkatan tekanan intracranial adalah terganggunya abduksi mata. (2) Monitor
tanda-tanda vital tiap 30 menit. R/
: Peningkatan sistolik dan penurunan diastolik serta penurunan tingkat
kesadaran dan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial. Adanya pernapasan
yang irreguler indikasi terhadap adanya peningkatan metabolisme sebagai reaksi
terhadap infeksi. Untuk mengetahui tanda-tanda keadaan syok akibat perdarahan.
(3) Pertahankan posisi kepala yang sejajar dan tidak menekan. R/ : Perubahan kepala pada satu sisi
dapat menimbulkan penekanan pada vena jugularis dan menghambat aliran darah
otak, untuk itu dapat meningkatkan tekanan intrakranial. (4) Hindari batuk yang
berlebihan, muntah, mengedan, pertahankan pengukuran urin dan hindari konstipasi
yang berkepanjangan. R/: Dapat
mencetuskan respon otomatik penngkatan intrakranial. (5) Observasi kejang dan
lindungi pasien dari cedera akibat kejang.
R/ : Kejang terjadi akibat iritasi otak, hipoksia, dan kejang
dapat meningkatkan tekanan intrakrania. (6) Berikan oksigen sesuai dengan
kondisi pasien. R/: Dapat menurunkan hipoksia otak.
(7) Berikan obat-obatan yang diindikasikan dengan tepat dan benar (kolaborasi).
R/:
Membantu menurunkan tekanan intrakranial secara biologi / kimia seperti osmotik
diuritik untuk menarik air dari sel-sel
otak sehingga dapat menurunkan udem otak, steroid (dexametason) untuk
menurunkan inflamasi, menurunkan edema
jaringan. Obat anti kejang untuk menurunkan kejang, analgetik untuk menurunkan
rasa nyeri efek negatif dari peningkatan tekanan intrakranial. Antipiretik
untuk menurunkan panas yang dapat meningkatkan pemakaian oksigen otak.
Keterbatasan aktifitas
sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos - coma )
Tujuan
: Kebutuhan dasar
pasien dapat terpenuhi secara adekuat.
Kriteria
hasil : Kebersihan
terjaga, kebersihan lingkungan terjaga, nutrisi terpenuhi sesuai dengan
kebutuhan, oksigen adekuat.
Rencana
Tindakan : (1) Berikan
penjelasan tiap kali melakukan tindakan pada pasien. R/ : Penjelasan
dapat mengurangi kecemasan dan meningkatkan kerja sama yang dilakukan pada
pasien dengan kesadaran penuh atau menurun.
(2) Beri bantuan untuk memenuhi kebersihan diri. R/: Kebersihan perorangan, eliminasi, berpakaian, mandi,
membersihkan mata dan kuku, mulut, telinga, merupakan kebutuhan dasar akan
kenyamanan yang harus dijaga oleh perawat untuk meningkatkan rasa nyaman,
mencegah infeksi dan keindahan. R/:
Berikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan. Makanan dan minuman merupakan kebutuhan
sehari-hari yang harus dipenuhi untuk menjaga kelangsungan perolehan energi.
Diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien baik jumlah, kalori, dan waktu. (3) Jelaskan pada keluarga tindakan
yang dapat dilakukan untuk menjaga lingkungan yang aman dan bersih. R:/ Keikutsertaan keluarga
diperlukan untuk menjaga hubungan klien - keluarga. Penjelasan perlu agar
keluarga dapat memahami peraturan yang ada di ruangan. (4) Berikan bantuan untuk memenuhi kebersihan dan keamanan
lingkungan. R/: Lingkungan yang bersih dapat mencegah infeksi dan
kecelakaan.
Kecemasan
keluarga sehubungan keadaan yang kritis pada pasien.
Tujuan
: Kecemasan keluarga
dapat berkurang
Kriteri
evaluasi : (1) Ekspresi wajah tidak menunjang adanya
kecemasan (2) Keluarga mengerti cara
berhubungan dengan pasien. (3) Pengetahuan
keluarga mengenai keadaan, pengobatan dan tindakan meningkat.
Rencana tindakan : (1) Bina hubungan saling percaya. R/: Untuk membina hubungan
terpiutik perawat - keluarga.Dengarkan dengan aktif dan empati, keluarga akan
merasa diperhatikan. (2) Beri penjelasan tentang semua prosedur dan tindakan
yang akan dilakukan pada pasien. R/:
Penjelasan akan mengurangi kecemasan akibat ketidak tahuan. (3) Berikan
kesempatan pada keluarga untuk bertemu dengan klien. R/: Mempertahankan hubungan pasien dan
keluarga. (4) Berikan dorongan
spiritual untuk keluarga. R/: Semangat
keagamaan dapat mengurangi rasa cemas dan meningkatkan keimanan dan ketabahan dalam menghadapi
krisis.
Resiko
tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak
adekuatnya sirkulasi perifer.
Tujuan : Gangguan integritas kulit tidak terjadi
Rencana tindakan : (1) Kaji fungsi motorik dan sensorik
pasien dan sirkulasi perifer untuk menetapkan kemungkinan terjadinya lecet pada
kulit. (2) Kaji kulit pasien setiap 8
jam : palpasi pada daerah yang tertekan. (3) Berikan posisi dalam sikap anatomi
dan gunakan tempat kaki untuk daerah yang menonjol. (4) Ganti posisi pasien setiap 2 jam. (5) Pertahankan kebersihan
dan kekeringan pasien : keadaan lembab akan memudahkan terjadinya kerusakan
kulit. (6) Massage dengan lembut di
atas daerah yang menonjol setiap 2 jam sekali. (7) Pertahankan alat-alat tenun
tetap bersih dan tegang. (8) Kaji daerah kulit yang lecet untuk adanya eritema,
keluar cairan setiap 8 jam. (9) Berikan perawatan kulit pada daerah yang rusak
/ lecet setiap 4 - 8 jam dengan menggunakan H2O2.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Doenges M.E. (1989) Nursing Care
Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ). Philadelpia, F.A.
Davis Company.
Long; BC and Phipps WJ (1985) Essential
of Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach St. Louis. Cv.
Mosby Company.
Asikin Z (1991) Simposium
Keperawatan Penderita Cedera Kepala.
Panatalaksanaan Penderita dengan Alat Bantu Napas, Jakarta.
Harsono
(1993) Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press
Klik Tombol Download Dibawah Ini Untuk
Mendownload Filenya :
0 Comments for "LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CEDERA KEPALA"