-->

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN HIPOSPADIA

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN HIPOSPADIA


Yuflihul Khair.,S.Kep.,Ns



KONSEP DASAR
PENGERTIAN
Hipospadia berasal dari dua kata yaitu hypo yang berarti di bawah dan spadon yang berarti keratan yang panjang. Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan dimana meatus uretra eksterna berada di bagian permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya yang normal (ujung glanss penis) (Arif Mansjoer, 2000).

Hipospadia merupakan kelainan abnormal dari perkembangan uretra anterior dimana muara dari uretra terletak ektopik pada bagian ventral dari penis proksimal hingga glands penis. Muara dari uretra dapat pula terletak pada skrotum atau perineum. Semakin ke proksimal defek uretra maka penis akan semakin mengalami pemendekan dan membentuk kurvatur yang disebut “chordee” (Ngastiyah, 2005.

ETIOLOGI
Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum diketahui penyebab pasti dari hipospadia. Namun, ada beberapa factor yang oleh para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain :
(1) Gangguan dan ketidakseimbangan hormon : Hormone yang dimaksud di sini adalah hormone androgen yang mengatur organogenesis kelamin (pria). Atau bias jiga karena reseptor hormone androgennya sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga walaupun hormone androgen sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan memberikan suatu efek yang semestinya. Atau enzim yang berperan dalam sintesis hormone androgen tidak mencukupi pun akan berdampak sama.

(2) Genetika : terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena mutasi pada gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi.

(3) Lingkungan : Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.

TANDA DAN GEJALA
Gejala dan tanda yang biasanya di timbulkan antara lain : (1) Lubang penis tidak terdapat di ujung penis, tetapi berada di bawah penis. (2) Penis melengkung ke bawah. (3) Penis tampak seperti kerudung karena kelainan pada kulit di depan penis. (4) Ketidakmampuan berkemuh secara adekuat dengan posisi berdiri. (5) Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian bawah penis yang menyerupai meatus uretra eksternus. (6) Preputium tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian punggung penis. (7) Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan membentang hingga ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringan sekitar. (8) Kulit penis bagian bawah sangat tipis. (9) Tunika dartos, fasia buch dan korpus spongiosum tidak ada. (10) Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glans penis. (11) Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok.(12) Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum). (13) Kadang disertai kelainan congenital pada ginjal. (14) Ketidaknyamanan anak saat BAK karena adanya tahanan pada ujung uretra eksterna.

KLASIFIKASI
(1) Tipe hipospadia yang lubang uretranya didepan atau di anterior: (a) Hipospadia Glandular yaitu lubang kencing sudah berada pada kepala penis hanya letaknya masih berada di bawah kepala penisnya. (b) HipospadiaSubcoronal yaitu lubang kencing berada pada sulcus coronarius penis (cekungan kepala penis).

(2) Tipe hipospadia yang lubang uretranya berada di tengah: (a) Hipospadia Mediopenean yaitu lubang kencing berada di bawah bagian tengah dari batang penis. (b) Hipospadia Peneescrotal yaitu lubang kencing terletak di antara buah zakar (skrotum) dan batang penis.

(3) Tipe hipospadia yang lubang uretranya berada di belakang atau posterior.

(4) Hipospadia Perineal yaitu lubang kencing berada di antara anus dan buah zakar (skrotum).

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostik berupa pemeriksaan fisik. Jarang dilakukan pemeriksaan tambahan untuk mendukung diagnosis hipospadi. Tetapi dapat dilakukan pemeriksaan ginjal seperti USG mengingat hipospadi sering disertai kelainan pada ginjal.

PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan utama dari penatalaksanaan bedah hipospadia adalah merekomendasikan penis menjadi lurus dengan meatus uretra ditempat yang normal atau dekat normal sehingga aliran kencing arahnya ke depan dan dapat melakukan coitus dengan normal.
(1) Operasi harus dilakukan sejak dini, dan sebelum operasi dilakukan bayi atau anak tidak boleh disirkumsisi karena kulit depan penis digunakan untuk pembedahan nanti.

(2) Dikenal banyak teknik operasi hipospadia yang umumnya terdiri dari beberapa tahap yaitu :
(a) Operasi Hipospadia satu tahap (ONE STAGE URETHROPLASTY)  adalah tekhnik operasi sederhana yang sering digunakan, terutama untuk hipospadia tipe distal. Tipe distal ini meatusnya letak anterior atau yang middle. Meskipun sering hasilnya kurang begitu bagus untuk kelainan yang berat. Sehingga banyak dokter lebih memilih untuk melakukan 2 tahap. Untuk tipe hipospadia proksimal yang disertai dengan kelainan yang jauh lebih berat, maka one stage urethroplasty nyaris dapat dilakukan. Tipe hipospadia proksimal seringkali di ikuti dengan kelainan-kelainan yang berat seperti korda yang berat, globuler glans yan bengkok kearah ventral (bawah) dengan dorsal; skin hood dan propenil bifid scrotum. Intinya tipe hipospadia yang letak lubang air seninya lebih kearah proksimal (jauh dari tempat semestinya) biasanya diikuti dengan penis yang bengkok dan kelainan lain di scrotum atau sisa kulit yang sulit di tarik pada saat dilakukan operasi pembuatan uretra ( saluran kencing ). Kelainan yang seperti ini biasanya harus dilakukan 2 tahap.  

(b) Operasi Hipospadia 2 tahap. “Tahap pertama operasi pelepasan chordee dan tunelling dilakukan untuk meluruskan penis supaya posisi meatus (lubang tempat keluar kencing) nantinya letaknya lebih proksimal (lebih mendekati letak yang normal), memobilisasi kulit dan preputium untuk menutup bagian ventral/bawah penis. Tahap selanjutnya (tahap kedua) dilakukan uretroplasty (pembuatan saluran kencing buatan/uretra) sesudah 6 bulan. Dokter akan menentukan tekhnik operasi yang terbaik. Satu tahap maupun dua tahap dapat dilakukan sesuai dengan kelainan yang dialami oleh pasien.

KOMPLIKASI :
(1) Pseudohermatroditisme (keadaan yang ditandai dengan alat-alat kelamin dalam 1 jenis kelamin tetapi dengan satu beberapa ciri sexsual tertentu ).
(2) Psikis ( malu ) karena perubahan posisi BAK.
(3) Kesukaran saat berhubungan sexsual, bila tidak segera dioperasi saat dewasa.



Komplikasi paska operasi yang terjadi : (1) Edema/pembengkakan yang terjadi akibat reaksi jaringan besarnya dapat bervariasi, juga terbentuknya hematom/kumpulan darah dibawah kulit, yang biasanya dicegah dengan balut tekan selama 2 sampai 3 hari paska operasi. (2) Striktur, pada proksimal anastomosis yang kemungkinan disebabkan oleh angulasi dari anastomosis. (3) Rambut dalam uretra, yang dapat mengakibatkan infeksi saluran kencing berulang atau pembentukan batu saat pubertas. (4) Fitula uretrokutan, merupakan komplikasi yang sering dan digunakan sebagai parameter untuyk menilai keberhasilan operasi. Pada prosedur satu tahap saat ini angka kejadian yang dapat diterima adalah 5-10 %. (5) Residual chordee/rekuren chordee, akibat dari rilis korde yang tidak sempurna, dimana tidak melakukan ereksi artifisial saat operasi atau pembentukan skar yang berlebihan di ventral penis walaupun sangat jarang. (6) Divertikulum, terjadi pada pembentukan neouretra yang terlalu lebar, atau adanya stenosis meatal yang mengakibatkan dilatasi yang lanjut.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pre Operasi : (1) Kecemasan orang tua berhubungan dengan prosedur pembedahan. (2) Kurangnya pengetahuan orang tua berhubungan dengan diagnosa, prosedur pembedahan dan perawatan setelah operasi.

Post Operasi :
(1) Kesiapan dalam peningkatan manajemen regimen terapeutik berhubungan dengan petunjuk aktivitas adekuat. (2) Nyeri akut berhubungan dengan post prosedur operasi. (3) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan invasi kateter. (4) Perubahan eliminasi urine (retensi urin) berhubungan dengan trauma operasi.

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Pre Operasi
Diagnosa keperawatan: Kecemasan orang tua berhubungan dengan prosedur pembedahan.
(1) Tujuan : mengurangi kecemasan orang tua terlihat tenang.
(2) Intervensi : (a) Evaluasi tingkat pemahaman keluarga tentang diagnosa. (b) Akui masalah pasien dan dorong mengekspresikan masalah. (c) Berikan kesempatan untuk bertanya dan jawab dengan jujur. (d) Catat komentar atau perilaku yang menunjukkan penerimaan. (e) Libatkan pasien dan keluarga dalam perencanaan keperawatan dan berikan kenyamanan fisik pasien. (f) Anjurkan keluarga untuk lebih mendekatkan diri kepada tuhan

Diagnosa keperawatan: Kurangnya pengetahuan orang tua berhubungan dengan diagnosa, prosedur pembedahan dan perawatan setelah operasi.
(1) Tujuan: menyatakan pemahaman diagnosa dan program pengobatan.
(2) Intervensi : (a) Diskusikan diagnosa, rencana terapi dan hasil yang diharapkan. (b) Diskusikan perlunya perencanaan untuk mengevaluasi perawatan saat pulang. (c) Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medis seperti perubahan penampilan, insisi, terjadinya kesulitan pernafasan, demam, peningkatan nyeri dada

Post Operasi
Diagnosa keperawatan: Kesiapan dalam peningkatan manajemen regimen terapeutik berhubungan dengan petunjuk aktivitas adekuat.
(1) Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kesiapan peningkatan regimen terapeutik baik.
(2) Intervensi: (a) Anjurkan kunjungan anggota keluarga jika perlu. (b) Bantu keluarga dalam melakukan strategi menormalkan situasi. (c) Bantu keluarga menemukan perawatan anak yang tepat. (d) Identifikasi kebutuhan perawatan pasien di rumah dan bagaimana pengaruh pada keluarga. (e) Buat jadwal aktivitas perawatan pasien di rumah sesuai kondisi. (f) Ajarkan keluarga untuk menjaga dan selalu menngawsi perkembangan status kesehatan keluarga.

Diagnosa keperawatan: Nyeri akut berhubungan dengan post prosedur operasi.
(1) Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang.
(2) Intervensi :
NIC 1 : Manajemen nyeri. (a) Kaji secara komperhensif mengenai lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas, dan faktor pencetus nyeri. (b) Observasi keluhan nonverbal dari ketidaknyamanan. (c) Ajarkan teknik nonfarmakologi (relaksasi). (d) Bantu pasien & keluarga untuk mengontrol nyeri. (f) Beri informasi tentang nyeri (penyebab, durasi, prosedur antisipasi nyeri).
NIC 2 : Monitor tanda vital : (a) Monitor TD, RR, nadi, suhu pasien. (b) Monitor keabnormalan pola napas pasien. (c) Identifikasi kemungkinan perubahan TTV. (d) Monitor toleransi aktivitas pasien. (e) Anjurkan untuk menurunkan stress dan banyak istirahat.


NIC 3 : Manajemen lingkungan : (a) Cegah tindakan yang tidak dibutuhkan. (b) Posisikan pasien dalam posisi yang nyaman

Diagnosa keperawatan: Resiko tingggi infeksi berhubungan dengan invasi kateter.
(1) Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi infeksi.
(2) Intervensi:
NIC 1 : Kontrol infeksi : (a) Ajarkan pasien & kelurga cara mencucitangan yang benar. (b) Ajarkan pada pasien & keluarga tanda gejala infeksi & kapan harus melaporkan kepada petugas. (c) Batasi pengunjung. (d) Bersihkan lingkungan dengan benar setelah digunakan pasien.

NIC 2 : Perawatan luka : (a) Catat karakteristik luka, drainase. (b) Bersihkan luka dan ganti balutan dengan teknik steril. (c) Cuci tangan dengan benar sebelum dan sesudah tindakan. (d) Ajarkan pada pasien dan kelurga cara prosedur perawatan luka

NIC 3 : Perlindungan infeksi : (a) Monitor peningkatan granulossi, sel darah putih. (b) Kaji faktor yang dapat meningkatkan infeksi.

Diagnosa keperawatan: Perubahan eliminasi urine (retensi urin) berhubungan dengan trauma operasi.
(1) Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan retensi urin berkurang.
(2) Intervensi :  (a) Melakukan pencapaian secara komperhensif jalan urin berfokus kepada inkontinensia (ex: urin output, keinginan BAK yang paten, fungsi kognitif dan masalah urin).  (b) Menjaga privasi untuk eliminasi. (c) Menggunakan kekuatan dari keinginan untuk BAK di toilet. (d) Menyediakan waktu yang cukup untuk mengosongkan blader (10 menit). (e) Menyediakan perlak di kasur. (f) Menggunakan manuver crede, jika dibutuhkan. (g) Menganjurkan untuk mencegah konstipasi. (h) Monitor intake dan output. (i) Monitor distensi kandung kemih dengan papilasi dan perkusi. (j) Berikan waktu berkemih dengan interval reguler, jika diperlukan .







DAFTAR PUSTAKA

Johnson, Marion dkk. (2000). Nursing outcomes classification (NOC). Mosby

Suriadi SKp, dkk. (2001). Asuhan keperawatan pada anak. Jakarta : Fajar Interpratama

Mansjoer, Arif, dkk. (2000).Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2, Jakarta : Media  Aesculapius.

McCloskey, Joanne C. (1996). Nursing interventions classification (NIC). Mosby

Price, Sylvia Anderson. (2000). Pathofisiologi. Jakarta: EGC

Purnomo, B Basuki. (2000). Dasar – dasar urologi. Jakarta : Infomedika

Santosa, Budi. (2005-2006). NANDA. Prima Medika

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. (2000). Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta :EGC.

KLIK DIBAWAH INI UNTUK MENDAPATKAN 
FILE DALAM FORMAT MS WORD (doc)
0 Comments for "LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN HIPOSPADIA"
Back To Top