-->

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KETUBAN PECAH DINI (KPD)



LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KETUBAN PECAH DINI (KPD)


PENGERTIAN
Ketuban pecah dini adalah ketuban yang pecah spontan yang terjadi pada sembarang usia kehamilan sebelum persalinan di mulai (William,2001).

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu yaitu apabila pembukaan pada primipara kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm (mohtar,1998).

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan di tunggu satu jam belum di mulainya tanda persalinan (manuaba,2001)

Ketuban pecah dini adalah keluarnya cairan berupa air dari vagina setelah kehamilan berusia 22 minggu sebelum proses persalinan berlangsung dan dapat terjadi pada kehamilan preterm sebelum kehamilan 37 minggu maupun kehamilan aterm (Saifudin, 2002)

Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses persalinan berlangsung.ketuban pecah dini di sebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membrane atau meningkatnya tekanan intra uteri atau kedua faktor tersebut berkurangnya kekuatan membrane disebabkan adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina servik (Sarwono Prawiroharjop, 2002)

KPD adalah pecahnya ketuban sebelum in partu, yaitu bila pembukaan primi kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. ( Sarwono Prawirohardjo, 2005 )

Prinsip dasar : (1) Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses persalinan berlangsung. (2) Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam obstetric berkaitan dengan penyulit kelahiran premature dan terjadinya infeksi khoriokarsinoma sampai sepsis, yang meningkatkaan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi ibu. (3) Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membrane atau meningkatnya tekanan intrauterine atau oleh kedua faktjor tersebut. Berkurangnya kekuatan membrane disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks. (4) Penanganan ketuban pecah dini memerlukan pertimbangan usia gestasi, adanya infeksi pada komplikasi ibu dan janin dan adanya tanda-tanda persalinan. (Prawirohardjo, 2002 )


INSIDENSI
Beberapa peneliti melaporkan hasil penelitian mereka dan didapatkan hasil yang bervariasi. Insidensi KPD berkisar antara 8 - 10 % dari semua kehamilan. Hal yang menguntungan dari angka kejadian KPD yang dilaporkan, bahwa lebih banyak terjadi pada kehamilan yang cukup bulan dari pada yang kurang bulan, yaitu sekitar 95 %, sedangkan pada kehamilan tidak cukup bulan atau KPD pada kehamilan preterm terjadi sekitar 34 % semua kekahiran prematur.  KPD merupakan komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan kurang bulan, dan mempunyai kontribusi yang besar pada angka kematian perinatal pada bayi yang kurang bulan. Pengelolaan KPD pada kehamilan kurang dari 34 minggu sangat komplek, bertujuan untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya prematuritas dan RDS.

ETIOLOGI
Walaupun banyak publikasi tentang KPD, namun penyebabnya masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui. Kemungkinan yang menjadi faktor predesposisi adalah: (1) Infeksi  : Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun asenderen dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD.  (2) Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan pada servik uteri (akibat persalinan, curetage). (3) Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus) misalnya trauma, hidramnion, gemelli. Trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisisi atau penyebab terjadinya KPD. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun amnosintesis menyebabakan terjadinya KPD karena biasanya disertai infeksi. (4) Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah. (5) Keadaan sosial ekonomi

Faktor lain : (1) Faktor golonngan darah  : Akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai dapat  menimbulkan kelemahan bawaan termasuk kelemahan jarinngan  kulit ketuban. (2) Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu. (3) Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum. (4) Defisiesnsi gizi dari tembaga atau asam askorbat (Vitamin C).

Faktor risiko  ketuban pecah dini  persalinan preterm : (1) kehamilan multipel : kembar dua (50%), kembar tiga (90%). (3) Riwayat persalinan preterm sebelumnya. (3) Perdarahan pervaginam . (4) pH vagina di atas 4.5 . (6) Kelainan atau kerusakan selaput ketuban.  (7) flora vagina abnormal. (8) fibronectin > 50 ng/ml . (9) kadar CRH (corticotropin releasing hormone) maternal tinggi misalnya pada stress psikologis, dsb, dapat menjadi stimulasi persalinan preterm: (a) Inkompetensi serviks (leher rahim) . (b) Polihidramnion (cairan ketuban berlebih). (c) Riwayat KPD sebelumya. (d) Trauma. (e) servix tipis / kurang dari 39 mm, Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23 minggu. (f) Infeksi pada kehamilan seperti bakterial vaginosis

Faktor-faktor yang dihubungkan dengan partus preterm : (1) iatrogenik : hygiene kurang (terutama), tindakan traumatic. (2) maternal : penyakit sistemik, patologi organ reproduksi atau pelvis, pre-eklampsia, trauma, konsumsi alkohol atau obat2 terlarang, infeksi intraamnion subklinik, korioamnionitis klinik, inkompetensia serviks, servisitis/vaginitis akut, Ketuban Pecah pada usia kehamilan preterm. (3) fetal : malformasi janin, kehamilan multipel, hidrops fetalis, pertumbuhan janin terhambat, gawat janin, kematian janin. (4) cairan amnion : oligohidramnion dengan selaput ketuban utuh, ketuban pecah pada preterm, infeksi intraamnion, korioamnionitis klinik. (5) placenta : solutio placenta, placenta praevia (kehamilan 35 minggu atau lebih), sinus maginalis, chorioangioma, vasa praevia. (6) uterus : malformasi uterus, overdistensi akut, mioma besar, desiduositis, aktifitas uterus idiopatik

Menurut Taylor menyelidiki bahwa ada hubungan dengan hal-hal berikut : (a) Adanya hipermotilitas rahim yang sudah lama terjadi sebelum ketuban pecah. Penyakit-penyakit seperti pielonefritis, sistitis, sevisitis dan vaginitis terdapat bersama-sama dengan hipermotilitas rahim ini. (b) Selaput ketuban terlalu tipis ( kelainan ketuban ). (c) Infeksi ( amnionitis atau korioamnionitis ). (d) Factor-faktor lain yang merupakan predisposisi ialah : multipara, malposisi, disproporsi, cervix incompetent dan lain-lain. (e) Ketuban pecah dini artificial ( amniotomi ), dimana ketuban dipecahkan terlalu dini.

MANIFESTASI KLINIS
Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina.  Aroma air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila Anda duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya "mengganjal" atau "menyumbat" kebocoran untuk sementara. Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi.

ANATOMI FISIOLOGI
Darah terdiri dari elemen-elemen berbentuk dan plasma dalam jumlah setara. Elemen-elemen berbentuk tersebut adalah sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan keping darah (trombosit). Plasma terdiri dari 900 air dan 100 elektrolit, gas terlarut berbagai produk sisa metabolisme dan zat-zat gizi misalnya gula asam amino, lemak, koleesterol, dan vitamin. Protein dalam darah misalnya albumin dan imuno globilin ikut menyusun plasma.

Pembentukan Sel Darah : Sel darah merah, sel darah putih dan trombosit di bentuk di hati dan limfa pada sumsum tulang belakang. Proses pembentukan  sel-sel darah disebut hematopoiesis.

Sel Darah Merah : Sel darah merah tidak memiliki inti sel, mitokondria atau ribosom. Sel ini tidak dapat melakukan mitosis. Fosforilasi oksidatif sel atau pembentuk hemoglobin yang mengangkut sebagian besar oksigen yang diambil dari paru-paru ke sel-sel diseluruh tubuh. Sel darah matang di keluarkan dari sumsum tulang dan hidup sekitar 120 hari untuk kemudian mengalami disentegrasi dan mati.

Sel darah di gambarkan berdasaran ukuran dan jumlah hemoglobin yang terdapat di dalam sel : (1) Nermositik     : sel yang ukurannya normal. (2) Nermokromik : sel dengan jumlah hemoglobin yang normal. (3) Mikrositik : sel yang ukurannya terlalu kecil. (4) Makrositik      : sel yang ukurannya terlalu besar. (5) Hipokromik    : sel yang sejumlah Hbnya terlalu sedikit. (60 Hiperkromik   : sel yang sejumlah Hbnya terlalu banyak

Hemoglobin : Hemoglobin terdiri dari bahan yang mengandung besi yang disebut hem (heme) dan protein globulin. Terdapat sekitar 300 molekul hemoglobin dalam setiap sel darah merah. Hemoglobin dalam darah dapat mengikat oksigen secara partial atau total.

Pemecahan Sel Darah Merah : Apabila sel darah merah mulai berdisentegasi pada akhir masa hidupnya, sel tersebut mengeluarkan hemoglobinnya kedalam sirkulasi. Hemoglobin diuraikan hati dan limfa. Molekul globulin diubah menjadi asam-asam amino. Besi dismpan dihati dan lmfa sampai di gunakan kembali oleh tubuh. Sisa molekul lainnya diubah menjadi bilirubin, yang kemudian dieksresikan melalui tinja atau urin.

PATOFISIOLOGI
Kantung ketuban adalah sebuah kantung berdinding tipis yang berisi cairan dan janin selama masa kehamilan. Dinding kantung ini terdiri dari dua bagian. Bagian pertama disebut amnion, terdapat di sebelah dalam. Sedangkan, bagian kedua, yang terdapat di sebelah luar disebut chorion.

Cairan ketuban adalah cairan yang ada di dalam kantung amnion. Cairan ketuban ini terdiri dari 98 persen air dan sisanya garam anorganik serta bahan organik. Cairan ini dihasilkan selaput ketuban dan diduga dibentuk oleh sel-sel amnion, ditambah air kencing janin, serta cairan otak pada anensefalus. Pada ibu hamil, jumlah cairan ketuban ini beragam. Normalnya antara 1 liter sampai 1,5 liter. Namun bisa juga kurang dari jumlah tersebut atau lebih hingga mencapai 3-5 liter. Diperkirakan janin menelan lebih kurang 8-10 cc air ketuban atau 1 persen dari seluruh volume dalam tiap jam.

Manfaat air ketuban Pada ibu hamil, air ketuban ini berguna untuk mempertahankan atau memberikan perlindungan terhadap bayi dari benturan yang diakibatkan oleh ‘lingkungannya’ di luar rahim. Selain itu air ketuban bisa membuat janin bergerak dengan bebas ke segala arah. Tak hanya itu, manfaat lain dari air ketuban ini adalah untuk mendeteksi jenis kelamin, memerikasa kematangan paru-paru janin, golongan darah serta rhesus, dan kelainan kongenital (bawaan), susunan genetiknya, dan sebagainya. Caranya yaitu dengan mengambil cairan ketuban melalui alat yang dimasukkan melalui dinding perut ibu.

Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsung  sebagai berikut : (1) Selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan vaskularisasi Bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban sangat lemah dan mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban. (2) Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblas, jaringan retikuler korion dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi interleukin-1 (IL-1) dan prostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas IL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput korion / amnion, menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan.

Patofisiologi Pada infeksi intrapartum : (1) ascending infection, pecahnya ketuban menyebabkan ada hubungan langsung antara ruang intraamnion dengan dunia luar. (2) infeksi intraamnion bisa terjadi langsung pada ruang amnion, atau dengan penjalaran infeksi melalui dinding uterus, selaput janin, kemudian ke ruang intraamnion. (3) mungkin juga jika ibu mengalami infeksi sistemik, infeksi intrauterin menjalar melalui plasenta (sirkulasi fetomaternal). (4) tindakan iatrogenik traumatik atau higiene buruk, misalnya pemeriksaan dalam yang terlalu sering, dan sebagainya, predisposisi infeksi.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menegakkan diagnosa KPD secara tepat sangat penting. Karena diagnosa yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkakn bayi terlalu awal atau melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada indikasinya. Sebaliknya diagnosa yang negatif palsu berarti akan membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi yang akan mengancam kehidupan janin, ibu atau keduanya. Oleh karena itu diperlukan diagnosa yang cepat dan tepat. Diagnosa KPD ditegakkan dengan cara :
Anamnesa : Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir atau ngepyok. Cairan berbau khas, dan perlu juga diperhatikan warna, keluanya cairan tersebut tersebut his belum teratur atau belum ada, dan belum ada pengeluaran lendir darah.

Inspeksi : Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas.

Pemeriksaan dengan speculum : pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak keluar cairan dari orifisium uteri eksternum (OUE), kalau belum juga tampak keluar, fundus uteri ditekan, penderita diminta batuk, megejan atau megadakan manuvover valsava, atau bagian terendah digoyangkan, akan tampak keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada fornik anterior.

Pemeriksaan dalam : Didapat cairan di dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi. Mengenai pemeriksaan dalam vagina dengan tocher perlu dipertimbangkan, pada kehamilan yang kurang bulan yang belum dalam persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam. Karena pada waktu pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan mengakumulasi segmen bawah rahim dengan flora vagina yang normal. Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat menjadi patogen. Pemeriksaan dalam vagina hanya diulakaukan kalau KPD yang sudah dalam persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan dan dibatasi sedikit mungkin.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
(1) Pemeriksaan laboratorium : Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau dan pH nya. Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali air ketuban mungkin juga urine atau sekret vagina. Sekret vagina ibu hamil pH : 4-5, dengan kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning. (2) Tes Lakmus (tes Nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban 7 – 7,5, darah dan infeksi vagina dapat mengahsilakan tes yang positif palsu. (3) Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis.  (4) Pemeriksaan ultrasonografi (USG). (5) Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun sering terjadi kesalahn pada penderita oligohidromnion. Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak macam dan caranya, namun pada umumnya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan sedehana.


Tabel : Diagnosis
Gejala & Tanda Selalu Ada
Gejala & Tanda Kadang-Kadang Ada
Diagnosis Kemungkinan
Keluar cairan ketuban
Ketuban pecah tiba-tiba
Cairan tampak di introitus
Tidak ada his dalam 1 jam
Ketuban pecah dini
Cairan vagina berbau
Demam / menggigil
Nyeri perut
Riwayat keluarnya cairan
Uterus nyeri
Denyut jantung janin cepat Perdarahan per vaginam sedikit
Amnionitis
Cairan vagina berbau
Tidak ada riwayat ketuban pecah
Gatal
Keputihan
Nyeri perut
Disuria
Vaginitis / servisitis
Cairan vagina berdarah
Nyeri perut
Gerak janin berkurang
Perdarahan banya
Perdarahan antepartum
Cairan berupa darah-lendir
Pembukaan & pendataran serviks
Ada his
Awal persalinan aterm atau preterm
(sumber : internet, 2008 blog cornelia : ketuban pecah dini (KPD)  )

Diagnosis infeksi intrapartum : (1) febris di atas 38 C (kepustakaan lain 37.8 C). (2) ibu takikardia (>100 denyut per menit). (3) fetal takikardia (>160 denyut per menit). (4) nyeri abdomen, nyeri tekan uterus. (5) cairan amnion berwarna keruh atau hijau dan berbau. (6) leukositosis pada pemeriksaan darah tepi (>15000-20000/mm3). (7) pemeriksaan penunjang lain : leukosit esterase (+) (hasil degradasi leukosit, normal negatif), pemeriksaan Gram, kultur darah.

KOMPLIKASI  : (1) Tali pusat menumbung. (2) Prematuritas, persalinan preterm, jika terjadi pada usia kehamilan preterm. (3) Oligohidramnion, bahkan sering partus kering (dry labor) karena air ketuban habis. (4) infeksi maternal : infeksi intra partum (korioamnionitis) ascendens dari vagina ke intrauterine, korioamnionitis (demam >380C, takikardi, leukositosis, nyeri uterus, cairan vagina berbau busuk atau bernanah, DJJ meningkat), endometritis. (5) Penekanan tali pusat (prolapsus) : gawat janin kematian janin akibat hipoksia (sering terjadi pada presentasi bokong atau letak lintang), trauma pada waktu lahir dan Premature. (6) komplikasi infeksi intrapartum. (7) komplikasi ibu : endometritis, penurunan aktifitas miometrium (distonia, atonia), sepsis CEPAT (karena daerah uterus dan intramnion memiliki vaskularisasi sangat banyak), dapat terjadi syok septik sampai kematian ibu. (8) komplikasi janin : asfiksia janin, sepsis perinatal sampai kematian janin.

PENATALAKSANAAN MEDIS
Kasus KPD yang cukup bulan, kalau segera mengakhiri kehamilan akan menaikkan insidensi bedah sesar, dan kalau menunggu persalinan spontan akan menaikkan insidensi chorioamnionitis. Kasus KPD yang kurang bulan kalau menempuh cara-cara aktif harus dipastikan bahwa tidak akan terjadi RDS, dan kalau menempuh cara konservatif dengan maksud untuk memberi waktu pematangan paru, harus bisa memantau keadaan janin dan infeksi yang akan memperjelek prognosis janin.

Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan. Kalau umur kehamilan tidak diketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaann ultrasonografi (USG) untuk mengetahui umur kehamilan dan letak janin. Resiko yang lebih sering pada KPD dengan janin kurang bulan adalah RDS dibandingkan dengan sepsis. Oleh karena itu pada kehamilan kurang bulan perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan waktu yang optimal untuk persalinan. Pada umur kehamilan 34 minggu atau lebih biasanya paru-paru sudah matang, chorioamnionitis yang diikuti dengan sepsi pada janin merupakan sebab utama meningginya morbiditas dan mortalitas janin. Pada kehamilan cukup bulan, infeksi janin langsung berhubungan dengan lama pecahnya selaput ketuban atau lamanya perode laten.

Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm (> 37 Minggu) : Beberapa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi KPD keduanya mempunyai hubungan yang bermakna dengan peningkatan kejadian infeksi dan komplikasi lain dari KPD. Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan dari persalinan disebut periode latent = L.P = “lag” period. Makin muda umur kehamilan makin memanjang L.P-nya. Pada hakekatnya kulit ketuban yang pecah akan menginduksi persalinan dengan sendirinya. Sekitar 70-80 % kehamilan genap bulan akan melahirkan dalam waktu 24 jam setelah kulit ketuban pecah.bila dalam 24 jam setelah kulit ketuban pecah belum ada tanda-tanda persalinan maka dilakukan induksi persalinan,dan bila gagal dilakukan bedah caesar.

Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu. Walaupun antibiotik tidak berfaeadah terhadap janin dalam uterus namun pencegahan terhadap chorioamninitis lebih penting dari pada pengobatanya sehingga pemberian antibiotik profilaksis perlu dilakukan. Waktu pemberian antibiotik hendaknya diberikan segera setelah diagnosis KPD ditegakan dengan pertimbangan : tujuan profilaksis, lebih dari 6 jam kemungkinan infeksi telah terjadi, proses persalinan umumnya berlangsung lebih dari 6 jam.

Beberapa penulis meyarankan bersikap aktif (induksi persalinan) segera diberikan atau ditunggu sampai 6-8 jam dengan alasan penderita akan menjadi inpartu dengan sendirinya. Dengan mempersingkat periode laten durasi KPD dapat diperpendek sehingga resiko infeksi dan trauma obstetrik karena partus tindakan dapat dikurangi.

Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat ketat terhadap keadaan janin, ibu dan jalannya proses persalinan berhubungan dengan komplikasinya. Pengawasan yang kurang baik dapat menimbulkan komplikasi yang fatal bagi bayi dan ibunya (his terlalu kuat) atau proses persalinan menjadi semakin kepanjangan (his kurang kuat). Induksi dilakukan dengan mempehatikan bishop score jika > 5 induksi dapat dilakukan, sebaliknya < 5, dilakukan pematangan servik, jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio sesaria.

Penatalaksanaan KPD Pada Kehamilan Preterm (< 37 minggu) : (1) Pada kasus-kasus KPD dengan umur kehamilan yang kurang bulan tidak dijumpai tanda-tanda infeksi pengelolaanya bersifat koservatif disertai pemberian antibiotik yang adekuat sebagai profilaksi. (2) Penderita perlu dirawat di rumah sakit, ditidurkan dalam posisi trendelenberg, tidak perlu dilakukan pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya infeksi dan kehamilan diusahakan bisa mencapai 37 minggu, obat-obatan uteronelaksen atau tocolitic agent diberikan juga tujuan menunda proses persalinan.

Tujuan dari pengelolaan konservatif dengan pemberian kortikosteroid pada penderita KPD kehamilan kurang bulan adalah agar tercapainya pematangan paru, jika selama menunggu atau melakukan pengelolaan konservatif tersebut muncul tanda-tanda infeksi, maka segera dilakukan induksi persalinan tanpa memandang umur kehamilan.

Induksi persalinan sebagai usaha agar persalinan mulai berlangsung dengan jalan merangsang timbulnya his ternyata dapat menimbulkan komplikasi-komplikasi yang kadang-kadang tidak ringan. Komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi gawat janin sampai mati, tetani uteri, ruptura uteri, emboli air ketuban, dan juga mungkin terjadi intoksikasi.

Kegagalan dari induksi persalinan biasanya diselesaikan dengan tindakan bedan sesar. Seperti halnya pada pengelolaan KPD yang cukup bulan, tidakan bedah sesar hendaknya dikerjakan bukan semata-mata karena infeksi intrauterin tetapi seyogyanya ada indikasi obstetrik yang lain, misalnya kelainan letak, gawat janin, partus tak maju, dll.

Selain komplikasi-kompilkasi yang dapat terjadi akibat tindakan aktif. Ternyata pengelolaan konservatif juga dapat menyebabakan komplikasi yang berbahaya, maka perlu dilakukan pengawasan yang ketat. Sehingga dikatan pengolahan konservatif adalah menunggu dengan penuh kewaspadaan terhadap kemungkinan infeksi intrauterin. Sikap konservatif meliputi pemeriksaan leokosit darah tepi setiap hari, pemeriksaan tanda-tanda vital terutama temperatur setiap 4 jam, pengawasan denyut jamtung janin, pemberian antibiotik mulai saat diagnosis ditegakkan dan selanjutnya stiap 6 jam.

Pemberian kortikosteroid antenatal pada preterm KPD telah dilaporkan secara pasti dapat menurunkan kejadian RDS.(8) The National Institutes of Health (NIH) telah merekomendasikan penggunaan kortikosteroid pada preterm KPD pada kehamilan 30-32 minggu yang tidak ada infeksi intramanion. Sedian terdiri atas betametason 2 dosis masing-masing 12 mg i.m tiap 24 jam atau dexametason 4 dosis masing-masing 6 mg tiap 12 jam.

ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
(1) Biodata klien  : Biodata klien berisi tentang : Nama, Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Suku, Agama, Alamat, No. Medical Record, Nama Suami, Umur, Pendidikan, Pekerjaan , Suku, Agama, Alamat, Tanggal Pengkajian.

(2) Keluhan utama  : Keluar cairan warna putih, keruh, jernih, kuning, hijau / kecoklatan sedikit / banyak, pada periksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah kering, inspeksikula tampak air ketuban mengalir / selaput ketuban tidak ada dan air ketuban sudahkering

(3) Riwayat haid : Umur menarche pertama kali, lama haid, jumlah darah yang keluar, konsistensi, siklus haid, hari pertama haid dan terakhir, perkiraan tanggal partus

(4) Riwayat Perkawinan : Kehamilan ini merupakan hasil pernikahan ke berapa? Apakah perkawinan sah atau tidak, atau tidak direstui dengan orang tua?

(5) Riwayat Obstetri : Berapa kali dilakukan pemeriksaan ANC, hasil laboraturium : USG , darah, urine, keluhan selama kehamilan termasuk situasi emosional dan impresi, upaya mengatasi keluhan, tindakan dan pengobatan yang diperoleh

(6) Riwayat penyakit dahulu  : Penyakit yang pernah di diderita pada masa lalu, bagaimana cara pengobatan yang dijalani nya, dimana mendapat pertolongan, apakah penyakit tersebut diderita sampai saat ini atau kambuh berulang – ulang

(7) Riwayat kesehatan keluarga : Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit yang diturunkan secara genetic seperti panggul sempit, apakah keluarga ada yg menderita penyakit menular, kelainan congenital atau gangguan kejiwaan yang pernah di derita oleh keluarga

Kebiasaan sehari –hari : (1) Pola nutrisi : pada umum nya klien dengan KPD mengalami penurunan nafsu makan, frekuensi minum klien juga mengalami penurunan. (2) Pola istirahat dan tidur : klien dengan KPD mengalami nyeri pada daerah pinggang sehingga pola tidur klien menjadi terganggu, apakah mudah terganggu dengan suara-suara, posisi saat tidur (penekanan pada perineum). (3) Pola eliminasi : Apakah terjadi diuresis, setelah melahirkan, adakah inkontinensia (hilangnya infolunter pengeluaran urin),hilangnya kontrol blas, terjadi over distensi blass atau tidak atau retensi urine karena rasa takut luka episiotomi, apakah perlu bantuan saat BAK. Pola BAB, freguensi, konsistensi,rasa takut BAB karena luka perineum, kebiasaan penggunaan toilet. (5) Personal Hygiene : Pola mandi, kebersihan mulut dan gigi, penggunaan  pembalut dan kebersihan genitalia, pola berpakaian, tata rias rambut dan wajah. (6) Aktifitas : Kemampuan mobilisasi klien dibatasi, karena klien dengan KPD di anjurkan untuk bedresh total. (7) Rekreasi dan hiburan : Situasi atau tempat yang menyenangkan, kegiatan yang membuat fresh dan relaks.

Pemeriksaan fisik  : (1) Pemeriksaan kesadaran klie, BB / TB, tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu. (2) Head To Toe. (3) Rambut    : warna rambut, jenis rambut, bau nya, apakah ada luka lesi / lecet. (4) Mata        : sklera nya apakah ihterik / tdk, konjungtiva anemis / tidak, apakah palpebra oedema / tidak,bagaimana fungsi penglihatan nya baik / tidak, apakah klien menggunakan alat bantu penglihatan / tidak. Pada umu nya ibu hamil konjungtiva anemis. (5) Telinga     : apakah simetris kiri dan kanan, apakah ada terdapat serumen / tidak, apakah klien menggunakan alt bantu pendengaran / tidak, bagaimana fungsi pendengaran klien baik / tidak. (6) Hidung     : apakah klien bernafas dengan cuping hidung / tidak, apakah terdapat serumen / tidak, apakah fungsi penciuman klien baik / tidak. (7) Mulut dan gigi       :  bagaimana keadaan mukosa bibir klien, apakah lembab atau kering, keadaan gigi dan gusi apakah ada peradangan dan pendarahan, apakah ada karies gigi / tidak, keadaan lidah klien bersih / tidak, apakah keadaan mulut klien berbau / tidak. Pada ibu hamil pada umum nya berkaries gigi, hal itu disebabkan karena ibu hamil mengalami penurunan kalsium. (8) Leher    : apakah klien mengalami pembengkakan tyroid. (9) Paru – paru. Inspeksi : warna kulit, apakah pengembangan dada nya simetris kiri dan kanan, apakah ada terdapat luka memar / lecet, frekuensi pernafasan nya. (10) Palpasi : apakah ada teraba massa / tidak , apakah ada teraba pembengkakan / tidak, getaran dinding dada apakah simetris / tidak antara kiri dan kanan Perkusi : bunyi Paru. Auskultasi : suara nafas . (11) Jantung : Inspeksi : warna kulit, apakah ada luka lesi / lecet, ictus cordis apakah terlihat / tidak. Palpasi : frekuensi jantung berapa, apakah teraba ictus cordis pada ICS% Midclavikula. Perkusi : bunyi jantung. Auskultasi : apakah ada suara tambahan / tidak pada jantung klien. (12) Abdomen : I : keadaan perut, warna nya, apakah ada / tidak luka lesi dan lecet : P : tinggi fundus klien, letak bayi, persentase kepala apakah sudah masuk PAP / belum. P : bunyi abdomen. A : bising usu klien, DJJ janin apakah masih terdengar / tidak (12) Payudara : puting susu klien apakah menonjol / tidak,warna aerola, kondisi mamae, kondisi ASI klien, apakah sudah mengeluarkan ASI /belum
Ekstremitas Atas : warna kulit, apakah ada luka lesi / memar, apakah ada oedema / tidak. Bawah : apakah ada luka memar / tidak , apakah oedema / tidak. (13) Genitalia : apakah ada varises atau tidak, apakah ada oedema / tidak pada daerah genitalia klien. (14) Intergumen : warna kulit, keadaan kulit, dan turgor kulit baik / tidak.

Diagnosa Keperawatan : (1) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, pecah ketuban, kerusakan kulit, penurunan hemoglobin, pemajanan pada patogen. (2) Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan terjadi nya ketegangan otot rahim. (3) Ansietas berhubungan dengan kurang nya pengetahuan atau konfirmasi tentang penyakit. (4) Gangguan kebutuhan istirahat tidur berhubungan dengan adanya nyeri, peningkatan HIS. (5) Intoleransi aktifitas b.d. kelemahan fisik (Dangoes:2000)

Intervensi Keperawatan


No
Diagnosa keperawatan
Tujuan dan kriteria hasil
Inervensi
Rasional
1
Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, pecah ketuban,     kerusakan kulit, penurunan hemoglobin, pemajanan pada patogen
Tujuan :
   infeksi tidak terjadi pada ibu
kriteria hasil: pencapaian tepat waktu pada pemulihan luka tanpa komplikasi
Tinjau ulang kondisi/faktor risiko yang ada sebelumnya. Catat waktu pecah ketuban.












Kaji terhadap tanda dan gejala infeksi (misalnya: peningkatan suhu, nadi, jumlah sel darah putih, atau bau/warna rabas vagina).




Berikan perawatan perineal sedikitnya setiap 4 jam bila ketuban telah pecah
Dasar ibu, seperti diabetes atau hemoragi, menimbulkan potensial resiko infeksi atau penyembuhan luka yang buruk. Resiko korioamnionitis meningkat dengan berjalannya waktu, sehingga meningkatkan resiko infeksi ibu dan janin.

Pecah ketuban terjadi 24jam sebelum pembedahan dapat menyebabkan amnionitis sebelum intervensi bedah dan dapat mengubah penyembuhan luka.

Untuk mencegah agar tidak terjadi infeksi
2











 3


























4































5

Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan terjadi nya ketegangan otot rahim






Ansietas berhubungan dengan kurang nya pengetahuan atau konfirmasi tentang penyakit



















Gangguan kebutuhan  istirahat tidur berhubungan dengan adanya nyeri , peningkatan HIS
























Intoleransi aktifitas b.d. kelemahan fisik
Tujuan :
-  rasa nyeri berkurang
Kriteria hasil :
     klien tampak tenang
-    Kien tampak nyaman







 Tujuan :
-   klien pengetahuan klien bertambah setelah diberikan informasi mengenai penyakit nya

Kriteria Hasil : klien tidak resah lagi dengan peyakitnyamenunjukkan pemahaman akan proses penyakit dan prognosis
















Tujuan : Kebutuhan istirahat tidur klien terpenuhi

Kriteria Hasil : klien dapat tidur dengan tenang dan tidak gelisah klien menunjukkan pola tidur yang adekuat























Tujuan :  aktivitas kembali sesuai kemampuan pasien.

Kriteria hasil : Pasien bisa beraktivitas seperti biasa.
Monitor tanda – tanda vital :TD, pernafasan, nadi dan suhu



Ajarkan klien teknik relaksasi



Atur posisi klien


 

Berikan lingkungan yang nyaman dan batasi pengunjung
Tinjau proses penyakit dan harapan masa depan

Dorong periode istirahat yang adekuat dengan aktifitas terjadwal

Berikan pelayanan kesehatan mengenai penyakit nya

Jelaskan kepada klien apa yg terjadi,

Berikan kesempatan untuk bertanya dan berikan jawaban yang terbuka dan jujur


Lakukan pengkajian terhadap gangguan kebutuhan tidur


 Motivasi klien agar mengalihkan perhatian








Monitor kebutuhan tidur






Ciptakan suasana nyaman






Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari seminimal mungkin

Beri posisi nyaman


Anjurkan menghemat energy hindari kegiatan yang melelahkan.






Jelaskan pentingnya mobilisasi diri.
Nyeri dapat mengakibatkan peningkatan frekuesni pernafasan dan nadi

Untuk mengurangi rasa nyeri yang dirasakan klien

Untuk memberikan kenyamanan pada klien

Agar klien dapat beristirahat
Memberikan pengetahuan dasar dimana klien dapat membuat pilihan



Agar klien tidak merasa jenuh dan mempercepat proses penyembuhan

agar klien mengerti dengan bahaya nya infeksi dan penyakit nya

Menunjukkan realitas situasi yang

Dapat membantu klien atau orang terdekat menerima realitas dan mulai menerima apa yang terjadi


Agar dapat memberikan gambaran sampai sejauh mana kebutuhan tidur terganggu

Dengan mengalihkan perhatian, maka perhatian klien tidak hanya tertuju pada rasa nyeri sehingga membantu relaksasi pada klien sewaktu tidur

Untuk mengetahui apakah kebutuhan tidur klien terpenuhi seperti biasa atau belum


Suasana yang tenang dapat membantu relaksasi sehingga nyeri berkurang dan klien bisa tidur


Agar kebutuhan sehari – hari klien dapat terpenuhi seperti biasa nya




Agar klien merasa nyaman dan tenang

Kelelahan dapat menyebabkan lama nya proses penyembuhan klien,,jadi dengan menghindari kegiatan yang melelahkan dapat membantu proses penyembuhan

proses penyembuhan

DAFTAR PUSTAKA



Departemen Kesehatan RI, 2001, Konsep Asuhan Kebidanan, Jakarta.

Manuaba, Ida bagus Gede, 1998,  Ilmu Kebidanan Penyaki Kandungan dan KB, Penerbit Buku Kedokteran, EGC : Jakarta.

Muhtar, Rustam, etc, 1998,  Sinopsis Obstetri, Jilid I, Penerbit Buku Kedokteran, EGC : Jakarta.

Prawirohardjo, Sarwono, 1997,  Ilmu Kebidanan, Edisi III, Penerbit yayasan Bina Pustaka : Jakarta.
___________________, 2001, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Cetakan Kedua, Penerbit JNPKKR POGI dan Yayasan Bina Pustaka : Jakarta.

Saefuddin, Abdul Bari, 2002, Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta : YBP-SP, 2002.

Sastrawinata, Suliman, 2005, Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi, Edisi 2, FKUP : Jakarta.

Varney, Hellen, 1997, Midwifery, Edisi ketiga.
-           


 KLIK DOWNLOAD DIBAWAH INI UNTUK MENDAPATKAN 
FILE LENGKAP DALAM BENTUK PDF
http://adf.ly/pfLWo


0 Comments for "LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KETUBAN PECAH DINI (KPD)"
Back To Top